Ancaman Korea Utara Kepada Amerika, Castro Bujuk Pyongyang


Ancaman Korea Utara Kepada Amerika, Castro Bujuk Pyongyang - Ancaman Korea Utara untuk mengobarkan perang terhadap Amerika Serikat dan Korea Selatan membuat gerah para sekutunya. Setelah Cina mengingatkan Pyongyang, pemimpin legendaris Kuba, Fidel Castro, ikut turun tangan. Dalam kolom di harian Granma milik Partai Komunis Kuba yang terbit Jumat lalu, pria 86 tahun itu mengingatkan bahwa perang nuklir hanya akan merugikan seluruh rakyat di Semenanjung Korea. "Tak ada yang diuntungkan oleh perang ini, termasuk Pyongyang," demikian Castro menulis.

 Castro Bujuk Pyongyang Hentikan Ancaman Perang

Castro juga menuliskan kenangan pertemuannya dengan pendiri Korea Utara, Kim Il-sung. "Saya merasa terhormat dapat bertemu dengan tokoh sejarah yang revolusioner dan pemberani," ujar Castro mengenai kakek Kim Jong-un, pemimpin baru Korea Utara saat ini. "Korea Utara akan selalu menjadi sahabat Kuba."

Untuk itu, bekas presiden Kuba ini menegaskan bahwa Korea Utara memiliki kewajiban terhadap negara-negara sahabat serta negara lain untuk menghindari perang. "Jika perang benar-benar terjadi, dampaknya akan dirasakan 70 persen penduduk planet bumi. Ini sangat tidak adil," Castro menegur.

Teguran tak hanya dilayangkan kepada Pyongyang. Castro juga mengkritik pemerintah Amerika Serikat, yang ia nilai punya andil dalam masalah ini. "Tugas untuk menghindari perang Korea juga menjadi tanggung jawab Presiden Barack Obama dan rakyat Amerika Serikat," ia menambahkan.

Dari Washington, negosiasi pun dilancarkan pemerintah Obama terhadap Cina untuk meminimalkan ancaman Korea Utara. Sebagai satu-satunya sekutu terkuat Korea Utara, Washington memberikan dua pilihan bagi pemerintah Presiden Xi Jinping. Yakni, ikut menjatuhkan rezim Pyongyang atau menyaksikan membesarnya kekuatan militer Amerika Serikat di Asia.

Hal ini disampaikan langsung oleh Obama kepada Xi dalam pembicaraan telepon secara langsung. Obama menilai Xi memiliki pendekatan lebih pragmatis terhadap Pyongyang dibanding pendahulunya, Hu Jintao. "Waktu negosiasi sangat tepat," tutur Tom Donilon, penasihat keamanan nasional Amerika Serikat.

Adapun permintaan Pyongyang agar kedutaan-kedutaan asing mengevakuasi stafnya sebelum 10 April mendatang ditanggapi dingin. Kemarin sejumlah kedutaan asing, termasuk Indonesia, belum berniat memindahkan diplomat maupun keluarganya dari Pyongyang.

"Berdasarkan laporan KBRI, situasi di Pyongyang masih relatif baik dan berjalan normal," ucap Michael Tene, juru bicara Kementerian Luar Negeri, kepada Tempo. Tapi Tene menegaskan, pihaknya tetap memiliki rencana darurat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Namun sejumlah negara langsung bereaksi. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyatakan pihaknya terus berkonsultasi dengan Cina mengenai situasi di Pyongyang. Adapun Kementerian Luar Negeri Bulgaria menyebutkan, petinggi-petinggi misi Uni Eropa di Pyongyang akan menggelar rapat untuk membahas situasi ini. Sedangkan Jerman langsung mengambil tindakan memanggil duta besar Korea Utara di Berlin dalam kaitan dengan situasi ini.

Artikel terbaru lainnya dari dalam :

You may like these posts