Batasan Aurat Wanita Ketika Sholat
Batasan Aurat Wanita Ketika Sholat - Terlalu banyak Ilmu Islam yang belum kita pahami, terutama dalam perkara Ibadah Sholat, dan biasa dikenal Fiqh Ibadah Sholat. Disini saya akan memberikan informasi seputar Hukum Masalah Aurat Wanita
ketika Sholat yang terkadang masih menjadi perbedaan pendapat, bersyukur jika perbedaan tersebut menjadikan kita, untuk terus mendalami ilmu yang terdapat perbedaan. Yang sedang futur ataw ingin melihat Kata Bijak dan Nasehat Ulama Said Alqornie jangan sungkan untuk mengunjungi.
Assalamualikum wr.
Wb.
Saya ( Hilyah Az Zahra )sering melihat
ada akhwat / perempuan yang shalatnya kelihatan telapak dan punggung tangannya. Yang saya
tau dan pahami bahwa aurat akhwat / wanita yang bisa / boleh dilihat itu hanya muka dan TELAPAK TANGAN.
Yang ingin saya tanyakan apakah shalat wanita tersebut sah atau ada pendapat
lain? Mohon penjelasannya.
Wassalamu’alikum wr.
Wb.
Hilyah Az Zahra
Jawaban
Wassalamu ‘alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Sudah menjadi ijma’
para ulama sepanjang zaman, bahwa batas aurat seorang wanita adalah seluruh
tubuhnya, kecuali wajah dan kedua tapak tangan. Dalam bahasa arab dituliskan
begitu: wa ‘auratunnisa’i sairu jasadiha illa al-wajha wal kaffaini.
Artinya: dan batas
aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajahnya dan kedua tapak
tangannya.
Namun seringkali
karena kesalahan penerjemahan, akhirnya muncul kerancuan pemahaman. Al-kaffaini
sering diartikan dengan kedua telapak tangan. Padahal makna yang benar bukan
telapak. Sebab kalau diartikan dengan telapak, berarti hanya bagian dalam saja.
Yang benar bukan
telapak tangan tetapi tapak tangan. Tapak tangan itu terdiri dari bagian dalam
dan bagian luar (punggung). Maka bagian dalam dan luar (batinul kaffi dan
zhahiruhu) bukan termasuk aurat, sehingga boleh nampak dan terlihat.
Maka tidak bisa
disalahkan ketika ada wanita shalat, dengan punggung tangan terbuka dan
terlihat. Sebab punggung tangan itu bukan aurat baginya.
Kesalahan
interpretasi karena hanya mengandalkan terjemahan itu memang sangat fatal
akibatnya. Karena itu, kami tetap berkeyakinan bahwa belajar bahasa arab itu
hukumnya nyaris sudah wajib bagi tiap muslim. Agar jangan sampai terjadi
kesalahan interpretasi dalam hukum.
Sayangnya, sedikit
sekali kesadaran umat Islam untuk belajar bahasa arab. Dan tetap masih asyik
membaca buku terjemahan. Padahal kami memandang membaca buku terjemahan
mengandung resiko besar.
Salah satunya adalah
pertanyaan yang datang kepada kami tentang dalil kewajiban memakai jilbab.
Wanita ini mempertanyakan dasar ayatnya. Menurutnya, di Al-Quran tidak pernah
ada perintah yang mewajibkan wanita untu memakai jilbab. Ketika kami sodori
ayat 59 dari surat Al-Ahzab, dengan sigapnya dia menepis dengan komentar bahwa
di dalam ayat itu Allah tidak pernah memerintahkan wanita pakai jilbab. Sebab
terjemahannya begini:
Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka (QS. Al-Ahzab:59)
Menurutnya, karena
cuma diawali dengan kata ‘hendaklah’, maka hukumnya bukan wajib, melainkan
anjuran.
Nah, kalau sudah
begini, siapa yang mau disalahkan? Kata ‘hendaklah’ dalam rasa bahasa
Indonesia, memang tidak bisa diartikan sebagai kewajiban. Masalahnya sekarang,
siapa yang mengartikan ayat itu dengan lafadz ‘hendaklah’? Sehingga muncul
kesalah-pahaman fatal seperti ini.
Dan masih banyak lagi
kejadian-kejadian ‘lucu’ seperti ini, sehingga menambah semangat kita untuk
sadar akan pentingnya belajar bahasa arab dan sekaligus belajar ilmu syariah.
Kalau hanya mengandalkan buku bacaan terjemahan Al-Quran atau hadits saja,
memang akan begitu jadinya.
Jangan sekali-kali
baca terjemahan Al-Quran, kecuali anda baca juga kitab-kitab tafsirnya. Jangan
baca terjemahan hadits, kecuali anda baca juga kitab-kitab syarahnya
(penjelasan). Kalau tidak tahu, maka bertanyalah kepada yang punya ilmunya. Sekian penjelasan Hukum Batasan Aurat Wanita Ketika Sholat, Buat ikhwah Semua dukung saya ya sedang ikutan kontes "Fortuner SUV Terbaik". Sekian Wallahu a’lam
bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Risalah ini disampaikan oleh Ust Ahmad Sarwat, Lc